Senin, 10 Agustus 2015

JIWA KORSA MILITER DARI SEORANG SOEHARTO.

JIWA KORSA MILITER DARI SEORANG SOEHARTO.
UNTUK MEMBELA PATI (MEMBELA KEMATIAN TEMAN ATAU PIMPINAN) SERTA KEHORMATAN KORPS
MEMBUAT SOEHARTO (44 TAHUN) MEMPERTINGGI SPIRIT KEJUANGANNYA, TAK PEDULI WALAU HARUS BERTENTANGAN DENGAN MENPANGAU DAN PADUKA YANG MULIA PRESIDEN-RI.
DIA TAK SUDI DIPERDAYA DAN DITIPU.

------------------------------------------------------------
Mayjen Soeharto bertekad menumpas PKI hingga ke akar-akarnya setelah tujuh perwira TNI AD ditemukan dalam keadaan tewas di Lubang Buaya. Soeharto melihat gerakan PKI telah meluas ke sejumlah daerah, salah satunya adalah di Kentungan Yogyakarta.
Di Yogjakarta, PKI berhasil membunuh Komandan Resimen Kol Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Gijono. Let.Kol Gijono adalah ajudan merangkap perwira operasi saat Soeharto memimpin serangan umum 1 Maret 1949.
"Sebab itu saya mesti mengadakan tindakan yang cepat tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan dan penghancuran," kata Mayjen Soeharto dalam Otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Terbitan PT Citra Lamtoro Gung Persada 1989.
Namun, perbedaan terjadi antara Presiden Soekarno dengan Mayjen Soeharto, terlebih setelah Bung Karno menyebut peristiwa G30S adalah sebuah riak kecil di samudera. Saat itu Bung Karno memiliki hubungan dekat dengan PKI dan sejumlah tokohnya.
"Presiden Soekarno mengumumkan sikap yang sama sekali lain daripada tindakan dan langkah yang saya buat. Lebih-lebih perbedaan paham itu terasa setelah Bung Karno mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan G30S itu hanyalah "een rimpeltje in de oceaan (sebuah riak kecil di samudera)," kata Soekarno.
Perbedaan antara keduanya bukan kali ini saja terjadi. Keduanya sempat berbeda pendapat soal adanya keterlibatan perwira AU dalam Gerakan 30 September.
Saat itu, 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno memanggil Mayjen Soeharto ke Istana Bogor. Setibanya di Istana Bogor suasana cukup panas. Sebab, Kepala Staf AU Marsekal Madya TNI Omar Dhani yang dicurigai Soeharto turut serta dalam G30S ada di sana.
Presiden Soekarno mengatakan :"Soeharto, kejadian seperti ini kejadian biasa dalam revolusi, dan kita harus mengerti. Malah dalam hal ini kita harus prihatin. Angkatan Darat jangan sampai mencurigai angkatan lain. Omar Dhani telah memberitahu kepada saya, Angkaatan Udara tak tahu menahu mengenai peristiwa ini. Dan saya juga telah mengatakan kepada Omar Dhani, Angkatan Darat tidak tahu menahu soal ini, dan sama sekali tidak ikut campur," kata Bung Karno kepada Soeharto saat itu.
Namun, Soeharto langsung langsung buka suara. "Tetapi kenyataannya lain Pak. Banyak laskar Pemuda Rakyat mengadakan kegiatan dan latihan di sekitar Pangkalan Halim dan mereka juga memiliki senjata api yang kelihatannya seperti yang dimiliki Angkatan Udara."
Perdebatan sengitpun sempat terjadi antara Soeharto, Omar Dhani dan seorang anggota AU lainnya, Leo Watimena. Kedua anggota AU itu membantah senjata itu milik angkatannya. Namun, Soeharto memerintahkan ajudannya untuk membawa senjata yang berhasil diambil dari sekitar Halim.
Bung Karno lalu melihat senjata itu dan menyerahkannya kepada Leo untuk diteliti dengan seksama. Setelah diperhatikan secara seksama, Leo akhirnya mengakui senjata itu milik AU.
Dengan ringan Leo Watimena mengatakan :"Mungkin mereka mencurinya dari gudang. Kami akan meneliti lagi Bapak Presiden," Sementara san Menteri Panglima Angkatan Udara Omar Dhani tidak mengeluarkan reaksi apapun soal itu.

Suharto hanya memandangi reaksi Sukarno, Oemar Dhani & Leo Wattimena yg terlihat gelisah dgn bukti senjata yg dia bawakan. Dengan kepangkatan yg lebih rendah dibanding Oemar Dhani, Suhartopun melaporkan hasil pertemuannya kepada Nasution sebagai pimpinan AD yg masih tersisa.

Jawaban atas 5 Dosa Terbesar Suharto Kepada Sukarno.


Ada beberapa Situs Webb yg menyebarkan cerita Fitnah & Tuduhan kepada Suharto. Tuduhan tersebut bersifat opini dan dikarang-karang. Tuduhan tersebut terkesan sebagai propaganda yg menyesatkan dgn tujuan mendiskreditkan Suharto.
Ini Tanggapan Saya atas 5 Tuduhan kepada Suharto.
1.Menjadikan Sukarno sbg Tahanan Rumah/Tahanan Politik,
Jawab : itu sesuai dgn amanat Sidang MPRS, sesuai Konstitusi.
2.Tolak lokasi makam Soekarno.
Jawab: Emangnya Istana Batu Tulis milik pribadi si Sukarno ? Itu milik Rakyat Indonesia bukan milik Keluarga, jadi Sukarno tdk layak dikubur disana, maka dikembalikan ketanah tempat dia terakhir tinggal.
3. Membiarkan penyakit Sukarno.
Jawab: Itu agar Sukarno tahu & sadar betapa Sakitnya dahulu St Syahrir menahan penyakitnya dgn obat seadanya & dirawat seadanya (KUALAT namanya).
4. Menghabisi para Sukarnois.
Jawab: masih banyak para pendukung Sukarno/Sukarnois yg msh hidup & sehat bila memang tdk terbukti terlibat G30S/PKI, contoh TD Pardede dari Medan.
5.Jauhkan Sukarno dari orang-orang dekatnya.

Jawab:  yang namanya Tahanan pasti dijauhkan dari orang-orang sekitarnya, kalo orang-orang boleh datang seenaknya namanya bertamu kerumah kalo ke penjara pake jam bezuk

Filosofi Mikhul Dhuwur Mendhem Jero memakan korban


Kita semua tentu mengenal sosok Sukarno sebagai Presiden RI pertama. Selama puluhan tahun kita telah dicekoki dengan cerita-cerita positif tentang Sukarno karena pemerintahan Suharto dengan tegas & keras melarang setiap bentuk berita atau tulisan yg mencoba mengungkap sisi negative dari Sang Putra Fajar. Beberapa penulis buku telah merasakan sistem yg diterapkan Suharto yg teguh menjalankan filosofi “Mikhul Dhuwur Mendhem Jero”.

 
Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Mochtar Lubis turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya tanpa pernah diadili dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). 

Mochtar Lubis, seorang wartawan senior pernah ditahan & diperiksa karena menerbitkan buku yg berisi Aib-Aib Sukarno. Buku Mochtar Lubis secara terbuka menulis kebiasaab Sukarno yg gemar menggelar peseta dansa-dansi di istananya sementara diluar sana rakyat menderita kelaparan bahkan ada yg harus mengais sampah sisa pesta hanya untuk bertahan hidup. Buku beliau diberangus dan dilarang beredar.
Prof. DR. Nugroho Notosusanto seorang Dosen dari Universitas Indonesia juga mengalami hal yang sama. Buku-bukunya yg memuat Aib-Aib Sukarno serta mempertanyakan peruntukan dari Dana Revolusi & Sumbangan emas dari para raja-raja senusantara dianggap melanggar prinsip filosofi Mikhul Dhuwur Mendhem Jero. Buku-buku tersebut  diberangus & dilarang beredar, bahkan Nugroho Notosusanto menjadi menteri pertama di era Suharto yg direshufle mendadak. Prof. DR. Nugroho Notosusanto dilantik menjadi Mendikbud ditahun 1982 dan direshufle ditahun 1984. Beliau kembali menjadi Dosen di Almamaternya UI.
Dalam suatu perbincangan Prof. DR. Nugroho Notosusanto dengan gamblang mengatakan bahwa generasi muda wajib untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Generasi muda wajib mengetahui bagian terburuk dari sejarah tersebut agar dapat mengambil Hikmah dan pembelajaran dari peristiwa sejarah tersebut. Namun Suharto tidak menggubris pembelaan yg dilakukan beliau.
.


Prof. DR. Antonie C.A. Dake seorang sejarahwan dari Amerika Serikat juga mengalami hal yg sama. Bukunya yg berjudul “The Devious Dalang” yang memuat tulisan tentang kronologis perisiwa G30S/PKI dari sebelum peristiwa terjadi hingga jatuhnya Sukarno dilarang beredar di Indonesia. Buku The Devious Dalang atau yg lebih dikenal sebagai buku “Sukarno’s File” secara terang-terangan menuduh Sukarnolah dalang sebenarnya dari peristiwa G30S/PKI dan dianggap bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Indonesia akibat dari tindakannya. Prof. DR Antonie C.A Dake menggambarkan sosok Sukarno bagai seorang Godfather yang ingin memperkuat kekuasaannya dengan menghabisi teman atau pengikutnya yg dianggap tidak loyal dan dapat membahayakan potensi kekuasaannya dikemudian hari.

Minggu, 09 Agustus 2015

Fitnah Kepada Suharto & Pembuktiannya.

          Para antek-antek PKI atau orang-orang dengan faham Marxis memang ahli dlm merekayasa sebuah cerita Bohong dgn tujuan "Character Assasination" thdp Bpk Suharto. Mereka bingung mau mendiskreditkan Suharto karena secara pribadi Suharto tdk memiliki kelainan Moral atau kelainan Susila, lalu mereka merekayasa cerita-cerita Fitnah agar sosok Suharto terlihat buruk & dibenci rakyat Indonesia. Semua cerita Fitnah terhadap Suharto bertujuan untuk memperkuat rekayasa cerita yang mereka karang yang menempatkan Suharto sebagai Dalang G30S/PKI. Berikut ini penulis akan membuktikan 3 cerita negatif tentang Suharto dan mnunjukkan bila cerita buruk/negatif tentang Suharto hanyalah rekayasa atau karang-karangan belaka. Mereka mampu melakukan rekayasa cerita-cerita tersebut dengan bersembunyi dibalik filosofi Suharto, "Mikhul Dhuwur Mendhem Jero" dan semboyan untuk menghargai para pahlawan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghargai jasa para pahlawannya".


1. Suharto dikatakan pernah ditangkap & dipecat oleh Jenderal A.H. Nasution saat menjabat sebagai Pangdam Diponegoro (ada juga yang mengatakan bila yang menangkap adalah Jenderal Ahmad Yani). Dikabarkan dalam cerita tersebut kalau Suharto melakukan tindakan penggelapan dan tindakan korupsi. Tindakan yang dilakukan Suharto dapat dikategorikan sebagai tindakan Pidana Kriminil dan mendapat ancaman hukuman paling berat  Dalam peristiwa ini diceritakan bila Suharto dibela oleh Jenderal Gatot Subroto dengan alasan Suharto memiliki kapabilitas dan masih dapat dibina sehingga Suharto selamat tidak jadi dipecat malah diajukan untuk masuk Sesko untuk selanjutnya menjadi Brigadir Jenderal. Dalam kejadian ini penulis merasa aneh dan janggal lalu memunculkan satu pertanyaan, "Begitu Bodohkah para Petinggi ditubuh AD sehingga membiarkan prajuritnya yang terlibat kasus tindak Pidana Kriminil menjadi perwira dengan pangkat Bintang dipundaknya ? ". Lalu penulis juga merasa aneh dan janggal, "Apakah memang sangat bodoh para petinggi ditubuh AD dalam mepromosikan prajuritnya untuk menduduki jabatan palinh strategis dan vital. Sebagai pelaku tindak pidana kriminil bagaimana mungkin seorang Suharto bisa naik pangkat 2 kali hingga menjadi Mayjen malah mendapat promosi dan kehormatan untuk menjabat sebagai Panglima Mandala dalam Operasi Trikora lalu mendapat promosi lagi untuk menjadi Panglima Ganyang Malaysia. Kesimpulan penulis, berarti cerita kalau Suharto pernah ditangkap dan dipecat adalah BOHONG. Ini adalah Fitnah Busuk kepada Suharto agar citra Suharto menjadi negatif dan cerita karangan mereka yang mengaitkan Suharto dengan peristiwa G30S/PKI dapat saling mendukung. Masa lalu Suharto yang negatif akan menguatkan cerita karangan mereka kalau Suharto adalah dalang G30S/PKI. https://indocropcircles.wordpress.com/2014/09/29/ketika-suharto-dipecat-tidak-hormat/



2. Suharto dikabarkan memiliki hubungan khusus dengan artis Rahayu Effendi yang merupakan mantan penyanyi Istana di tahun 1965 hingga 1967. Bahkan diceritakan bila anak Rahayu Effendi yang bernama Dede Yusuf (mantan Wagub Jabar) merupakan hasil dari hubungan gelap mereka. Dikabarkan bila Ibu Tien pernah memerintahkan mobil Damkar untuk menyiram rumah artis Rahayu Effendi yang berada di Bogor (sebagian lagi bercerita bila mobil tinja yang menyiramnya). Disini juga penulis merasa heran dan merasa janggal. Mari kita mundur kebelakang ketahun pelantikan Suharto sebagai Presiden RI yang ke 2. Suharto diangkat sebagai Plt Presiden RI dibulan Maret 1967 dan dilantik secara resmi sebagai Presiden RI ditahun 1968. Dede Yusuf yang merupakan anak dari Rahayu Effendi lahir pada tanggal 14 September 1966. Dari kedua tanggal yang ada, apakah mungkin seorang Suharto merayu artis Rahayu Effendi dan menjalin hubungan disaat-saat situasi Indonesia dalam keadaan genting, 1965 hingga 1967. Kesimpulan penulis adalah cerita fitnah seperti ini sengaja dikarang dengan tujuan mendiskreditkan Suharto dan lagi-lagi untuk memperkuat cerita yang menempatkan Suharto sebagai dalang G30S/PKI.


3. Suharto dikabarkan merupakan anak dari Tauke China. Cerita ini dikarang berdasarkan wajah Suharto yang Oriental. Ingat ! Nenek Moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan yang merupakan wilayah China daratan. Kemiripan wajah Suharto dengan wajah pangeran Narodom Sihaounuk dijadikan alat untuk memperkuat alur cerita yang mereka karang. Ketidak jelasan siapa orang tua Suharto menjadi senjata mereka untuk semakin menyudutkan Suharto. Mereka juga meniupkan cerita kalau Liem Sie Liong merupakan saudara tiri dari Suharto. Lagi-lagi penulis dapat membantah cerita-cerita miring seperti itu. Cerita seperti ini lagi-lagi bertujuan untuk mendiskreditkan Suharto agar kian dibenci oleh rakyat Indonesia. Untuk cerita seperti ini dengan tegas penulis mengatakan kalau cerita tersebut adalah cerita Fitnah. Penulis menarik kesimpulan setelah 2 Fitnah terdahulu memang menunjukan kalau cerita negatif tentang masa lalu Suharto merupakan rekayasa busuk dari orang-orang yang membenci Suharto dalam hal ini mereka adalah para Antek-Antek PKI yang berhaluan MARXIS.